Menurut tradisi, Kitab Daniel diyakini ditulis oleh orang yang bernama sama (yaitu Daniel) pada masa dan tak lama sesudah pembuangan di Babel pada abad ke-6 SM. Sementara kebanyakan sarjana Kristen konservatif dan Yahudi Ortodoks masih menegaskan tanggal ini sebagai waktu yang realistik, di kalangan sarjana liberal terdapat konsensus bahwa arkeologi dan analisis tekstual menunjukkan waktu penulisan yang jauh di kemudian hari.
Pembagian ini terutama disebabkan oleh teologi: Para sarjana Alkitab yang konservatif menerima klaim Alkitab bahwa nabi-nabi dapat melihat jauh ke masa depan dan kemudian menggambarkan apa yang mereka lihat di dalam bahasa lisan atau tulisan. Para sarjana Alkitab yang liberal, yang berasal dari aliran Kritik Tinggi Jerman, menolak pendapat bahwa nabi-nabi dapat melihat jauh ke masa depan, bahwa pada kenyataannya Daniel tidak mempunyai penglihatan seperti itu. Hal ini membangkitkan lebih banyak persoalan daripada memecahkannya. Banyak dari metafora yang digunakan dalam penglihatan-penglihatan Daniel cukup hidup, menunjuk kepada individu-individu dan kerajaan-kerajaan tertentu. Spesifisitas dari penglihatan-penglihatan ini merupakan garis pemisah di antara kedua kubu. Jadi, para ahli liberal harus mengatasi masalah spesifisitas Daniel, menetapkan waktu penulisan Kitab Daniel jauh belakangan (lihat di bawah) dan menghubungkan kitab ini kepada seorang penulis yang tidak dikenal yang menampilkan Daniel sebagai si pengarang kitab ini yang memakai namanya.
Penetapan waktu penulisan Kitab Daniel yang belakangan ini terbagi pada dua kubu: yang pertama mengatakan bahwa kitab ini secara keseluruhan ditulis oleh satu orang pengarang pada masa dicemarkannya Bait Suci Yerusalem (168-165 SM) di bawah penguasa Seleukus Antiokhus IV Epifanes (memerintah 175-164 SM), yang lainnya menganggapnya sebagai kumpulan cerita yang berasal dari waktu yang berbeda-beda di sepanjang periode Helenis (dengan sebagian bahannya kemungkinan berasal dari periode Persia yang terakhir), dengan penglihatan-penglihatan dalam pasal 7-12 ditambahkan di kemudian hari pada masa pencemaran Bait Suci oleh Antiokhus. John Collins berpendapat bahwa menurut analisis tekstual bagian "kisah-kisah istana" dari Daniel ini tidak mungkin ditulis pada abad ke-2 SM. Dalam entrinya untuk Kitab Daniel pada 1992 dalam Anchor Bible Dictionary, ia menyatakan "jelas bahwa cerita-cerita istana dalam pasal 1-6 'tidak ditulis pada masa Makabe'. Bahkan tidak mungkin kita mengisolir satu ayat pun yang menunjukkan penyisipan oleh seorang redaktur dari masa tersebut."
Flavius Yosefus, penulis sejarah untuk raja-raja Romawi sekitar abad pertama Masehi, mencatat bahwa Aleksander Agung menerima salinan Kitab Daniel dari imam Yahudi ketika ia merebut Yerusalem pada musim gugur tahun 332 SM.(Antiquitates Iudaicae, XI, pasal viii, alinea 3-5) Imam Besar "Yaddua" menunjukkan bahwa Kitab Daniel sudah menubuatkan bahwa tentara Yunani (Aleksander Agung) akan mengalahkan tentara Persia hampir 200 tahun sebelumnya. Aleksander sangat terkesan, ia melarang tentaranya untuk merusak Yerusalem, bahkan turut mempersembahkan korban kepada Tuhan sesuai aturan imam-imam.
Sebaliknya, ada pandangan-pandangan ilmiah modern menganggap kitab ini ditulis jauh di kemudian hari, pada pertengahan abad ke-2 SM. Menurut pandangan ini, si pengarang membuat seolah-olah buku itu ditulis sekitar 400 tahun sebelumnya untuk membangun kredibilitas dengan mencantumkan “ramalan-ramalan” yang tepat tentang sejumlah peristiwa historis yang terjadi dari abad ke-5 hingga abad ke-2 SM. Sebuah pandangan ketiga berpendapat bahwa meskipun bagian-bagian tertentu Kitab ini ditulis pada abad ke-2 SM, yang lainnya mungkin ditulis oleh para penulis lain pada waktu yang lebih awal. Pandangan-pandangan ini sekarang mulai ditinggalkan sejak penemuan Naskah-naskah Laut Mati, dan orang kembali ke pandangan tradisional bahwa Daniel menulis kitab ini pada abad ke-6 SM.[9]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar