Masa remaja adalah masa yang indah. Mengapa
dikatakan indah? Karena, pada masa-masa inilah seorang remaja akan mengalami
perubahan-perubahan dalam dirinya. Secara biologis, tentu kita sudah tahu bahwa
remaja putri akan mengalami haid, beberapa bagian tubuhnya mulai menonjol, dan
lain sebagainya. Sedangkan, seorang remaja putra akan mulai tumbuh jenggot dan
jakun, suara yang lebih membesar, dan beberapa perubahan lainnya. Pada masa ini
juga, remaja akan mulai mengenal apa yang dinamakan cinta monyet. Apa itu cinta
monyet? Apa itu pacaran? Mengapa bisa suka kepada lawan jenis? Dan,
pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan
bahwa pacaran adalah sebuah hubungan yang dijalin oleh seorang perempuan dengan
laki-laki, di dalamnya ada rasa kasih dan sayang satu sama lain. Sedangkan,
"berpacaran" memiliki arti berkasih-kasihan, bercinta, atau
bersuka-sukaan. Tetapi, pernahkan Anda tahu bagaimana awal mula kata pacaran?
Kata pacaran dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata "indehoi".
Kata "indehoi" ternyata tidak muncul dengan sendiri, tetapi kata ini
berasal dari bangsa Mesir.
Di Mesir, terdapat tumbuh-tumbuhan yang
bernama "hoi". Hoi adalah tumbuhan yang tumbuh subur di sepanjang
sungai Nil. Tumbuhan hoi tingginya setinggi perawakan manusia, antara 100-150
cm, berdaun hijau lebat, dan terus tumbuh sepanjang tahun. Di Mesir, biasanya
seorang laki-laki yang tengah dekat dengan seorang wanita, kemudian mulai ada
rasa tertarik dan rasa suka, hingga akhirnya mereka melakukan hubungan badan di
balik pohon-pohon hoi. Nah, dari definisi dan sejarah tentang pacaran, kita
bisa melihat bahwa konotasi "berpacaran" bersifat sangat bebas dan
tidak alkitabiah. Oleh karena itu, sebagai gantinya kita bisa menyebutnya
dengan teman dekat atau sahabat.
PACARAN ?
Sepanjang Alkitab, mulai dari Kitab Kejadian
sampai Kitab Wahyu, tidak pernah ditemukan tentang arti kata
"pacaran", walaupun beberapa orang menyebut bahwa pacaran adalah
sebuah proses sebelum menuju atau memasuki jenjang pernikahan. Faktanya,
Alkitab tidak pernah menuliskan tentang kata "pacaran". Namun,
Alkitab menuliskan sebuah ulasan yang indah tentang persahabatan. Dalam
persahabatan, kita bisa mengasihi dan kita bisa juga bersahabat dengan seorang
pria atau wanita. Tidak jarang dari persahabatan muncullah rasa suka, tertarik,
dan menyayangi, sekalipun dengan sahabat kita yang lawan jenis.
Berangkat dari definisi istilah tersebut,
pacaran selalu dikaitkan dengan hal-hal yang bisa membangkitkan hawa nafsu
seperti berciuman, berpelukan, atau bermesra-mesraan. Oleh karena itu, Alkitab
telah mengingatkan kita bahwa hidup kita adalah bait Roh Kudus, sehingga kita
harus menjaga kekudusan hidup, melakukan apa yang benar dan mulia, dan
memikirkan hal-hal yang bijak.
Di dalam Alkitab, Tuhan memang tidak
menetapkan secara jelas mengenai hal berpacaran. Akan tetapi, firman Tuhan
memberikan standarisasi hidup yang harus kita lakukan sebagai pemuda-pemudi
Kristen yang memiliki identitas Kristus, yaitu:
- Tubuh kita adalah Bait Roh Kudus (1 Korintus 6:9)
- Melakukan yang benar, sebab tidak semua hal berguna bagi hidup kita (1 Korintus 6:12)
- Hidup kudus dan menjaga kekudusan hidup (1 Petrus 1:15)
- Menjauhi percabulan (1 Tesalonika 4:3)
Pacaran bukan masalah boleh atau tidak boleh,
tetapi sudahkah kita menjalin sebuah hubungan pendekatan dengan lawan jenis
yang sehat dan memuliakan nama Tuhan di dalamnya? Sampai taraf di mana pacaran
yang kita lakukan? Oleh sebab itu, marilah kita mengintrospeksi diri dan terus
memuliakan Tuhan dalam setiap hidup kita.
MERUMUSKAN
Frasa berpacaran jikalau dilihat dari
etimologi katanya ternyata memiliki unsur yang negatif karena dalam berpacaran
pada konteks masa lalu, sepasang kekasih akan melakukan hubungan badan. Oleh
sebab itu, frasa "berpacaran" harus dikaji ulang.
Lalu, bolehkah seorang remaja putri menjalin
kedekatan dengan seorang remaja putra? Jawabannya tentu saja boleh, asalkan
kita bisa mengikuti rambu-rambu yang sudah Allah berikan dalam Alkitab.
Mengasihi lawan jenis tentu diperbolehkan, tetapi kita harus introspeksi diri
karena kita sudah memiliki patokan dalam menjalin kedekatan dengan lawan jenis,
atau apakah kita justru hanyut dalam berbagai problematika remaja?
Inilah saatnya untuk bangkit dan menjadi generasi-generasi
muda yang memiliki karakter Kristus. Generasi yang memiliki integritas dan
selektif dalam menjalin sebuah hubungan. Dan, satu hal yang utama, biarlah kita
menjaga kekudusan kita hingga kita masuk dalam pernikahan yang kudus dan
pernikahan yang menerima berkat sulung pernikahan.